“Masyarakat bawah, pengusaha UKM, itu sebenarnya secara spiritual sudah bagus. Spiritual dalam arti yang luas ya, seperti kejujuran mereka, ketabahan, dan sebagainya. Justru yang saya lihat kurang adalah apa yang disampaikan model SEPIA itu, yaitu kecerdasan Power dan kecerdasan Aspirasi. Mereka itu tidak punya jaringan dan tidak punya visi…,” kata Pak Agus Syarief. Artinya, kalau hanya sisi spiritual (SQ) yang dibangun, juga emosional (EQ) dan intelektual (IQ), belum akan menjawab permasalahan. Karena pada dasarnya teman-teman UKM (Usaha kecil dan Menengah) itu sudah memiliki ketrampilan, semangat, dan kejujuran. Yang paling kurang dari mereka adalah strategi dan aspirasi (visi) mereka.
Kami sedang duduk bersama makan siang, setelah sebelumnya selesai menyelenggarakan seminar SEPIA untuk para mahasiswa dan guru (yang hadir hampir 200 orang, yang jelas aulanya penuh). Malam sebelumnya kami selenggarakan seminar Financial Happiness untuk undangan terbatas (yang hadir sekitar 20 orang). Ini sudah prestasi, mengingat undangannya hanya model ‘gerilya’. Pak Agus itu tipe orang yang ‘walk the talk’, melakukan apa yang dia ucapkan. Walau hanya kenal melalui internet, beliau bilang melihat suatu hal unik pada SEPIA ini yang bisa diterapkan untuk pemberdayaan masyarakat. Memang sembari menjadi dosen ekonomi di Universitas Jambi, aktifitas beliau yang riil adalah membina para pengusaha UKM di wilayah Jambi.
“Itulah kenapa SEPIA ini menurut saya cocok sekali untuk disosialisasikan,” ujar Pak Agus lebih lanjut, “karena ada kecerdasan Power dan Aspirasi itu.” (Oo… begitu, batin saya.)
“Dan saya mengingatkan lagi kepada Pak Khairul, tahun 2010 itu sudah dekat loh, kan visi Pak Khairul di tahun itu SEPIA ini bisa menjadi model yang tersebar di seluruh Indonesia…,” ujarnya lagi. (Wah, Pak Agus ini lebih serius daripada saya ternyata, batin saya lagi.)
Lalu beliau bercerita bahwa mengundang saya ke Jambi bukan tanpa cobaan. Berat, katanya. Ada saja yang skeptis bahkan berprasangka yang kurang baik dengan kegiatan kami ini.
“Bahkan sempat dikatakan buku ini‘aliran sesat’. Kalau memang SQ, mana ayat-ayatnya? Saya jawab, memang ayatnya tidak ditulis, tapi keseluruhan buku itu sudah menggambarkan hal itu. Lihat saja bagian terakhir halaman penutup. Ada ayatnya di situ,” cerita beliau. “Yah, kita melakukan apa pun pasti ada saja yang mengkritik,” ujarnya. Kami tertawa bersama. (seringkali memang orang terjebak mengidentikkan SQ dengan agama, bukannya perilaku orang yang beragama)
Saya sudah sering membawakan SEPIA di luar Jawa. Namun kegiatan kali ini menjadi istimewa karena perkenalan kami betul-betul hanya melalui internet! (Biasanya kegiatan luar kota lainnya dimulai dari kenal lewat buku atau kegiatan lain.) Walaupun ini adalah kejadian ke dua setelah sebelumnya rekan-rekan dari PT Inti Optotama Jakarta juga mengundang hanya dengan kenal lewat internet, namun waktu itu SEPIA dibawakan khusus bagian SQ (kecerdasan spiritual) saja.
Lalu pikiran saya melayang mengingat kembali cita-cita sebuah perusahaan dengan 10 ribu karyawan. Bukankah perusahaan itu tidak perlu berwujud pabrik besar dengan 10 ribu karyawan? Bukankah bisa saja berwujud 1000 kantor kecil di 1000 kota dengan 10 karyawan, atau bisa juga 2000 kantor kecil dengan 5 karyawan? Tujuan usaha itu juga bukan untuk mencetak laba yang besar, cukup bisa ‘sustain’ saja sudah hebat (itu artinya ada 10 ribu keluarga bisa mendapat nafkah). Potensinya banyak, misalnya Bimbingan Belajar metode SEPIA, Career Day untuk SMA metode SEPIA (biasanya untuk menghadapi SPMB), penerimaan mahasiswa baru dan wisuda di universitas (untuk pembekalan kiat kuliah dan kiat bekerja), konsultasi keuangan keluarga metode SEPIA (mengatasi masalah kesejahteraan finansial), jualan poster-poster 5 kecerdasan SEPIA, pemberdayaan UKM metode SEPIA (terutama asesmen titik lemah perusahaan), buku kumpulan pengalaman inspiratif ‘Chicken Soup for Soul’ gaya SEPIA (sarana berbagi pengalaman), peningkatan mutu SDM perusahaan metode SEPIA (terutama meningkatkan PQ dan AQ, dua hal yang sering luput), program persiapan pensiun metode SEPIA (biar pesangon tidak menguap karena salah investasi), dll. Kekuatan metode SEPIA sesungguhnya ada pada pendekatan sinergi komprehensif dari 5 kecerdasan, dan tidak mengunggulkan sebagian kecerdasan atas kecerdasan yang lain (sekarang kan trend-nya sedang mengunggulkan SQ tuh! Padahal dalam realita hidup, menjadi baik dan shaleh saja sangat jauh dari cukup untuk meraih sukses.). Semua visi itu bisa terwujud melalui kerjasama dengan ribuan lembaga seperti Lembaga Manajemen Terapan (LMT) ‘Success’ yang dipimpin Pak Agus di Jambi. Kerjasama dengan LMT Success ini bisa menjadi model awal.
“Dan dari 10 karyawan itu mimpi saya ada 1 orang cacat yang dilibatkan. Kalau dia cacat kaki, bukankah masih bisa mengerjakan tugas di komputer seperti mendesain brosur misalnya? Kalau dia tuna rungu, bisa mengerjakan sesuatu yang memerlukan ketekunan. Mereka yang cacat itu terbatas sekali kesempatan kerjanya,” demikian saya ungkapkan kepada Pak Agus, setengah meminta persetujuan beliau.
Sebuah mimpi, katanya harus ditulis. Ketika mimpi itu ditulis, ia bisa menginspirasi diri sendiri, bahkan juga orang lain. Dan ketika sebuah mimpi telah menginspirasi, ia berpotensi mewujud, seringkali hampir dengan sendirinya.
“If you can dream it, you can do it. Always remember that this whole thing was started with a dream and a mouse.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar